Perjalanan Belajar Ibnu Atho’illah
1. Fokus pada Ilmu Syariat
Pada fase awal kehidupannya, Ibnu Atho’illah menekuni berbagai disiplin ilmu:
- Fikih Maliki
- Ilmu ushul
- Qira’ah Al-Qur’an
- Ilmu hadis
- Bahasa Arab
Namun, meski telah menguasai banyak ilmu, ia merasa hatinya belum benar-benar tenang. Ia mencari makna yang lebih dalam dari ibadah, namun belum menemukan jalan.
2. Titik Balik: Berjumpa dengan Syeikh Abu al-Abbas al-Mursi
Pertemuan beliau dengan Syeikh Abu al-Abbas al-Mursi, pewaris utama Tarekat Syadziliyah dari Syeikh Abu Hasan asy-Syadzili, menjadi titik perubahan besar dalam hidupnya.
Awalnya, Ibnu Atho’illah datang dengan sikap skeptis dan ingin menguji sang ulama sufi. Namun, setelah berdialog dan berinteraksi dengan al-Mursi, ia tersentuh oleh kedalaman ilmu dan ketakwaan sang guru.
Sejak itu, Ibnu Atho’illah menjadi murid setia al-Mursi dan perlahan memasuki jalur tasawuf yang lurus dan berlandaskan syariat.
3. Mendalami Tasawuf Syadziliyah
Di bawah bimbingan al-Mursi, Ibnu Atho’illah belajar:
-
Tazkiyatun Nafs (penyucian jiwa)
-
Tawakal yang benar
-
Fana’ dan baqa’
-
Adab seorang hamba kepada Allah dan sesama manusia
-
Hakikat ikhtiar dan penyerahan diri
Ia semakin memahami bahwa tasawuf tidak terlepas dari syariat, tetapi justru menyempurnakannya.
4. Menjadi Ulama Besar dan Penerus Syadziliyah
Setelah wafatnya gurunya, Syeikh al-Mursi, Ibnu Atho’illah diangkat menjadi pimpinan Syadziliyah dan pengajar di Masjid Al-Azhar.
Beliau menyebarkan ajaran tasawuf Syadziliyah yang seimbang:
-
Syariat sebagai pondasi
-
Hakikat sebagai penyempurna
-
Akhlak sebagai buahnya
Ajarannya diterima luas oleh masyarakat karena disampaikan dengan argumen ilmiah dan penuh hikmah.
Silsilah Keilmuan Ibnu Atho’illah Hingga Nabi Muhammad SAW
Silsilah ini merupakan silsilah ruhani dalam jalur Tarekat Syadziliyah, yang menjadi jalur utama Ibnu Atho’illah:
-
Nabi Muhammad SAW
-
Sayyidina Ali bin Abi Thalib (sebagai pemegang jalur ilmu batin dalam tasawuf)
-
Hasan al-Bashri
-
Habib al-‘Ajami
-
Dawud ath-Tha’i
-
Ma’ruf al-Karkhi
-
Sirr al-Saqati
-
Al-Junaid al-Baghdadi
-
Abu Ali al-Farmadi
-
Abdul Qadir al-Jailani / Abu Hasan al-Harakani (tergantung jalur riwayat)
-
Abu Madyan al-Ghauts
-
Syeikh Abu Hasan asy-Syadzili
-
Syeikh Abu al-Abbas al-Mursi
-
Syeikh Ibnu Atho’illah As-Sakandari
Karya-Karya Berpengaruh
Beberapa karya penting beliau:
1. Al-Hikam al-‘Atā’iyyah
Magnum opus berisi kata-kata hikmah yang menjadi rujukan dunia tasawuf.
2. Lata’if al-Minan
Biografi gurunya, sekaligus pembelaan terhadap tasawuf yang lurus.
3. At-Tanwir fi Isqath at-Tadbir
Penjelasan mendalam tentang tawakal, ikhtiar, dan penyandaran hati kepada Allah.
4. Taj al-‘Arūs
Kitab adab dan akhlak.
Karya-karya ini dipelajari di pesantren dan majelis zikir hingga saat ini.
Akhir Hayat
Syeikh Ibnu Atho’illah wafat pada tahun 709 H / 1310 M di Kairo dan dimakamkan di daerah Qal’at al-Kabsy. Makamnya sering dikunjungi para penuntut ilmu yang ingin mengambil berkah dari warisan spiritual dan keilmuannya.
Penutup
Syeikh Ibnu Atho’illah As-Sakandari adalah sosok luar biasa yang memadukan ilmu fikih, akhlak, dan tasawuf dalam satu kesatuan. Dari seorang ilmuwan yang mencintai syariat, ia bertransformasi menjadi sufi besar yang mengajarkan kedalaman makrifat kepada Allah.
Pesan-pesan beliau dalam Al-Hikam tetap menginspirasi umat Islam hingga hari ini—menuntun pada kedewasaan spiritual, ketenangan hati, dan hubungan yang lebih dekat dengan Allah SWT.

